Walking-walking ke Ancol (Episode 1) : Misteri Aroma Jangan Kangkung

Menghabiskan waktu seharian bareng temen-temen setelah sekian lama terpisah memang sangat menyenangkan. Selain sebagai temu kangen, momen ini juga bisa dimanfaatkan untuk sejenak memanjakan pikiran di sela-sela rutinitas yang teramat membosankan.

Rasanya ga salah kalo kami memilih suasana pantai dengan angin sepoi-sepoi, buih ombak yang indah serta hamparan pasir putih sebagai tempat reuni kita kali ini. Tiga hal inilah yang mungkin bisa dijadikan alasan untuk menambah kesempurnaan kebersamaan kami. Akhirnya gue, Gendon, Aris, Handy, Esty, Mun, Boenda dan Desy (anak TAV) pun sepakat memilih Ancol.

Setelah janjian, kami pun (minus Handy) sepakat berangkat dari Halte Busway Terminal Pulogadung. Sedangkan Handy memilih untuk berangkat menggunakan kendaraan roda duanya sendiri.

Sebelum sampai di lokasi, bayangan birunya laut, deburan ombak serta hembusan anginpun bagai menari-nari di pelupuk mata, membuat perjalanan yang kurang dari 1 jam itu terasa bagai seabad.

O...iya, ada beberapa hal yang sebenernya ga penting tapi menarik buat gue ceritain di sini. Yap, sesuatu yang sebenernya biasa saja tapi menjadi sangat luar biasa dan absurd untuk jadi bahan ketawaan kalo udah dicerna oleh otak iseng kami.

Hal pertama yang sempat menghebohkan kami, khususnya gue adalah 'aroma jangan kangkung' yang tercium di tengah-tengah laju busway yang sedang kami tumpangi. Menurut gue, aroma jangan kangkung yang menyengat di dalam sebuah busway yang penuh sesak adalah sebuah hal yang ga wajar dan sangat random abis. Gue ga tahu, apakah penumpang lain juga merasakan keanehan yang gue rasakan itu atau ga. Yang jelas sepertinya mereka baik-baik saja seolah ga terjadi apa-apa.

Gue pun penasaran dengan sumber aroma tersebut, gue berusaha buat mencari tahu. Dan kecurigaan pertama gue tertuju pada jaket yang dipake Gendon yang sedang berdiri tepat di samping gue. Gue pun mengendus-endus jaketnya.

"Jaket kamu abis dipake buat bungkus jangan kangkung ya? Kok bau jangan kangkung sih?", tuduh gue.

"Ah masa sih? Bukan bau jaket gue kali, tapi kenek sebelah gue kali yang abis sarapan pake jangan kangkung terus sisanya masih nyelip di gigi", Gendon menyangkal.

Mendadak tawa kamipun terpecah.

Setelah gue mengendus-endus dengan seksama, aromanya memang semakin tajam, tapi tampaknya aroma itu memang bukan berasal dari jaketnya Gendon. Gendonpun selamat dari tuduhan gue.

Rasa penasaran gue ga cukup sampe disitu. Pikiran gue masih terus bertanya-tanya tentang kemungkinan aroma misterius tersebut berasal. Mungkinkah ada salah satu penumpang yang sempet-sempetnya mampir ke warteg dan membawa jangan kangkung sebagai bekal? Ah...tapi kira-kira siapa ya? Entah kenapa rasa penasaran gue malah semakin menjadi-jadi. Kurang kerjaan dan ga penting banget kedengerannya memang.

Menit berganti menit gue belum juga menemukan tersangkanya. Akhirnya gue nyerah juga, dan terpaksa mau ga mau gue pun mesti rela menghirup aroma misterius itu hampir sepanjang perjalanan.

Belum sempet koma gara-gara aroma tadi, mendadak gue merasa ada benda hangat menempel tepat di dada gue, dan setelah diselidiki benda hangat tersebut ternyata berasal dari dalam tas yang dipake sama mas-mas berbaju hitam dengan garis-garis putih yang berada di depan gue. Kondisi busway yang sedang berjubel membuat gue ga bisa menghindar dari benda hangat itu. Tiba-tiba otak gue yang dari tadi ga bisa berhenti mikirin aroma jangan kangkung yang terus-menerus membius syaraf gue, mendorong gue untuk menyimpulkan sesuatu. 'Aha... Gue tahu sekarang siapa dalang dari semua ini'. Ga salah lagi pasti benda hangat itulah sumber dari aroma yang udah hampir bikin gue koma. Hahaha...selesai sudah tugas gue sebagai detektif untuk memecahkan misteri aroma jangan kangkung.

Artikel Terkait

Walking-walking ke Ancol (Episode 1) : Misteri Aroma Jangan Kangkung
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email